Senin - Jumat | 08:00 - 16:00 WIB | (0274) 2812002
Kapal Pinisi Penjelajah Samudra
Pengakuan dunia internasional bahwa Indonesia sebagai Negara Maritim dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982 karena wilayahnya sebagian besar adalah lautan. Kejayaan kemaritiman sudah ditunjukkan sejak zaman kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Singasari dan Demak. Kejayaan kekuatan maritim tidak terlepas dari ketangguhan kapal dalam menjelajah lautan. Kapal Pinisi merupakan salah satu kapal yang menjadi warisan budaya dan bukti kejayaan kemaritiman. Kapal buatan masyarakat Bugis Makassar ini telah menjelajah hingga Srilangka, Filipina, Kamboja hingga Australia Utara pada zaman keemasan Kerajaan Gowa pada abad XVI dan XVII. Perkembangan perahu tradisional seiring dengan perkembangan budaya suku Bugis, Makassar dan Mandar dalam kebaharian hingga tercipta perahu pinisi. Kapal Pinisi membuktikan kemajuan teknologi dalam pembuatan kapal dan kehandalan teknologi navigasi tradisionalnya dalam bidang pelayaran.
Pinisi merupakan sebuah nama kapal/perahu layar jenis sekunar dengan dua tiang dan tujuh helai layar. Terdapat dua jenis kapal pinisi yaitu pinisi lamba/lambo dan pinisi palari. Perahu pinisi lamba/lambo adalah perahu modern yang dilengkapi dengan motor diesel. Kapal pinisi palari merupakan bentuk awal kapal pinisi yang berukuran yang lebih kecil dengan lunas melengkung. Kapal pinisi mempunyai beberapa bagian yaitu anjong, sombala, tanpasere, cocoro pantara, cocoro tangga, tarengke. Pembuatan kapal pinisi dilakukan dengan peralatan tradisional dengan mengikuti ritual-ritual yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Penentuan hari baik dilakukan untuk mencari bahan baku kapal dan menebang pohon yang sesuai. Batang yang sudah ditebang selanjutnya diolah menjadi bahan baku kemudian dirakit menjadi perahu. Kayu yang digunakan pembuatan kapal jenis kayu yang kedap air, tidak mudah pecah dan daya susutnya relatif kecil seperti kayu besi, kayu bikti, kayu kandole atau punaga dan kayu jati. Proses perakitan kapal menggunakan pasak kayu sehingga bagian-bagian bisa menyatu. Dalam proses peluncuran kapal pinisi dilakukan upacara adat dengan dilaksanakan maccera lopi (mensucikan perahu) yang ditandai dengan penyembelihan binatang. Berat kapal pinisi bisa mencapai 100 – 200 ton bahkan lebih sehingga memerlukan banyak orang dalam proses peluncuran kapal.
Pembuatan kapal pinisi dilakukan oleh orang yang mempunyai keterampilan khusus yang biasa disebut punggawa (ahli pembuat kapal). Dalam proses pembuatan kapal secara tradisional, punggawa mempunyai multi peran yaitu sebagai tukang yang ahli dalam pembuatan kapal, menguasai tata ritual pembuatan kapal, pemilik modal serta pemimpin bagi pekerjanya. Keahlian, keterampilan dan pengetahuan membuat kapal diberikan kepada pewarisnya dengan sistem magang kepada anak keturunannya untuk tetap menjaga kelestarian warisan budaya. Diharapkan dengan sistem ini keahlian dan keterampilan tetap bertahan hingga sekarang.
Ketangguhan kapal pinisi dalam kebaharian internasional ditunjukkan dalam beberapa perjalanan ke berbagai negara. Pada tahun 1986, pelayaran kapal pinisi Nusantara menuju Vancouver Canada dalam rangka kegiatan promosi budaya. Pelayaran kapal pinisi Amanna Gappa ke Madagaskar dilakukan pada tahun 1991 untuk membuktikan kelayakan kapal pinisi mengarungi samudra. Kegiatan promosi budaya dengan pelayaran kapal pinisi Damar Sagara menuju Jepang pada tahun 1992 telah membuktikan keunggulan kapal tradisional dalam berlayar. Ketangguhan kapal pinisi dalam mengarungi lautan tidak lepas dari keahlian dari para punggawa sebagai ahli pembuatan kapal. Keberadaan warisan budaya kapal pinisi hingga saat ini berkat sistem regenerasi para ahli pembuat kapal kepada generasi selanjutnya untuk tetap mempertahankan keahlian dan keterampilan dalam pembuatan kapal.
Referensi Amar, Syahrul. (2013). Asal Usul Dan Keahlian Pembuatan Perahu Pinisi di Tanah Lemo Bulukumba (Tinjauan Dalam Berbagai Versi). Journal Education Demmaliano, E.B. (2000). Pelaut Ulung Perahu Pinisi Nusantara ; Perekat Ekonomi Bangsa dan Pelestari Lingkungan Hidup. Jurnal Antropologi Indonesia. Hastuti, dkk (2018). Pendekatan Perspektif Weber Terhadap Tindakan Rasionalisme Pembuatan Perahu Pinisi. Indonesia Journal Of Fundamental Sciences. Kurniasari, dkk (2021). Dimensi Religi Dalam Pembuatan Pinisi. Jurnal Sosek KP. Sumber Gambar Oleh Marc Obrowsk (en:User:Marc44) - http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Taopere.jpg, Copyrighted free use, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=688317